Opening : hujan
Isi : rizki
Closing : syukur akan nikmat-Nya
Sabtu, 20 September 2014
Roda itu berputar, peluh lelaki tua itu bercampur dengan derasnya air hujan yang mengguyur pinggiran Bandung sore itu. Dengan sekuat tenaga ia mengayuh becak tuanya.
Dengan santai, duduklah di dalam becak seorang perempuan berhijab hitam. Dia duduk termenung di dalamnya, mentafakuri derasnya hujan dan ia melihat kodok yang riang gembira karena hujan akhirnya turun.
Siapa yang tidak suka hujan? Hujan pertama di bulan September seolah nikmatNya berjatuhan di muka bumi.
Bukan berlebihan, bahkan para musisi membuat lagu tentang hujan, bernapaskan kegembiraan di kala hujan turun.
Sang perempuan merasakan memori di masa kecilnya kembali berdatangan, ia teringat hujan-hujanan bersama adik kecilnya. Mengejar-ngejar katak. Sungguh bahagia sesederhana itu.
Tiba-tiba sang perempuan terbangun dari lamunannya karena tak sengaja sang lelaki tua pengayuh becak itu melewati jalanan yang agak rusak.
Dengan penasaran ia melihat ke belakang, menengok sang pengayuh. Namun tak jelas karena tertutup tirai dari plastik bening yang sudah tdk bening lagi.
Tangan berurat dengan kuku yang agak rusak karena bekerja berat itu dengan semangat mengayuh becak mengantarkan sang perempuan ke tempat peraduannya.
'Haruskah mencari nafkah sampai peluh bercampur air hujan?' Suara hati sang perempuan.
'Apakah uangku ini cukup untuknya membelikan sekilo beras bagi keluarganya?'
Tanpa sengaja sang perempuan menoleh ke atap becak dan melihat tumpukan gelas air mineral bekas.
'Ini apa? Oh yaa.. mungkin s bapak ini memerlukan uang tambahan utk keluarganya.' bisiknya dalam hati.
Tak terasa becak berhenti di tempat tujuan. Turunlah sang perempuan dari becak seraya memberikan ongkosnya.
Ya Allah, sungguh rejeki telah Kau atur, bahkan dari asal yang tak terduga. Lalu mengapakah kita sering mengeluhkan pendapatan yang kecil atau kurang padahal masih banyak di luar sana yang tetap tersenyum dan bersemangat mencari nafkah utk keluarganya. Walaupun hanya sesuap nasi. Betul-betul sesuap nasi bukan hiperbolik.
Manusia tak pernah berhenti dan selalu merasa kurang. Akankah naluri itu menguasai kita?
RiaRahma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar