Bandung, 21 September 2014
Suhu tubuhnya meninggi. Perubahan cuaca membuat pertahanan tubuhnya tumbang. Entah terlalu lelah ataukah memang dia sedang diuji dengan sakitnya.
Saat itu hening. Tak ada suara sedikitpun. Gemerisik suara angin meniup lembut hamparan sawah. Ia sakit tapi ia tetap ingin menikmati nyanyian lembut alam.
Terlalu damai hari itu. Sakitnya dan heningnya suara. Ia bersyukur kondisi tubuh semakin membaik. Namun semua itu hanya memoar belaka. Lamunannya hancur.
Telpon berdering, sms masuk dan emailpun berteriak. Ah dia lupa, ini weekend dan dia lupa mematikan semua alat komunikasi.
"Tidak bolehkah aku sakit dan sejenak melupakanmu?" Ketusnya.
Suara di sebrang sana dengan lancar memberikan instruksi yang panjang tentang rencana dan objective di esok hari, katanya agar esok tinggal action. Dia hanya menjawab 'Oke' tanpa menjelaskan kondisi tubuhnya yang sedang drop. Lagi-lagi semua terlihat baik-baik saja dan dia menghiraukan kondisi tubuhnya. Berharap esok hari akan sembuh seperti sediakala.
Entah mengapa sensitivitasnya menjadi rapuh semenjak itu. Rasanya ia ingin meneriakan dan meledakkan emosinya. Lelah. Tapi beginilah hidup. Dinamis dan tiada henti.
Tapi haruskah mengorbankan juga privasi? Ini bukan masalah uang, tapi.orang menyebutnya profesionalisme.
Entahlah..
Apapun yang orang katakan, dia tidak peduli. Kini ia sedang berada di titik kejenuhan. Butuh waktu barang sebentar untuk mengembalikannya.
Karena ia sadar betul inilah jalan yang dipilihnya, jalan terjal dan berliku yang kemudian akan mengokohkannya di puncak. Perlu waktu, kegigihan,kesabaran dan juga berserah pada-Nya.
Semoga sang Maha Kuasa menggenggam hatinya untuk tetap tegar.
RiaRahma
Outline
Opening : angin
Isi : kemarahan
Closing : cobaan menempa agar semakin kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar