Senin, 06 Oktober 2014

Kerikil

Bandung, 6 Oktober 2014

Bahagia itu seperti apa?
Relatif atau mutlak?
Apakah bahagia terukur dengan materi? Dengan cantiknya fisik? Dengan keberuntungan-keberuntungan yang selalh hadir ketika kita butuhkan?

Sempit jika terukur seperti itu.
Tapi jujur saya tak belum bisa pahami arti bahagia sesungguhnya, mungkin pemaknaannya sangat dalam hingga tak mampu saya jelajahi.

Jika bahagia terukur hanya sebatas materi, tentu tak akan pernah ada manusia yang merasa bahagia. Karena manusia diciptakan dengan nafsu yang tak pernah kunjung habisnya.

Jika bahagia terbatas pada kecantikan fisik diri dan pasangan, pastilah kebahagian akan hilang tatkala sang waktu berjalan tiada henti.

Bagiku, memaknai sebuah kebahagian itu sangatlah sulit. Mudah diucapkan dan sulit untuk dirasakan. Sama halnya dengan ikhlas. Tak ada yang mampu mengukur selain dia dan Allah.

Kini..
23 tahun sudah, saya menghirup napas di alam semesta ini.
Rasa syukur tiada henti saya ucapkan pada Ilahi Rabb yang masih memberikan amanah waktu, yang entah kapan Ia berhentikan.

Lihatkah diri ini.. masih sama seperti tahun sebelumnya. Tak ada yang berubah. Belum.

23 tahun memaknai arti sebuah kemandirian dan kedewasaan. Saya bukan gadis kecil lagi yang tak pantas meledakan emosi seenaknya. Tapi bagi orangtua saya, saya tetaplah gadis kecil semata wayangnya.

Duhai Rabb, sungguh nikmat yang Engkau berikan sungguh luar biasa. Tak kan pernah hamba mampu membayarnya. Dan tak kan pernah juga Engkau meminta imbalannya.

Duhai Rabb, mudahkanlah dan istiqamahkan hamba agar senantiasa berjalan di jalan-Mu yang penuh kerikil untuk menuju Jannah-Mu dan ridho-Mu. Tempat pemberhentianku selama-lamanya. Aamiin.


RiaRahma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar