Selasa, 28 Oktober 2014

Contact

Jika teman-teman tertarik untuk berdiskusi atau ingin berbagi ilmu dengan saya apapun itu, bisa mengirimkan email ke rahmawatiria[dot]91[at]gmail[dot]com .
 In syaa Allah akan saya jawab :)

Selain blog, saya juga punya Instagram yang memuat beberapa tulisan singkat dan saya sebut Instablog :) 
Instagram : ria_aileen 

Thank you :)

About

ABOUT THIS BLOG

Blog ini dibuat pada September 2014. Awal mula saya menulis di blog karena saya ikut kelas "Menulis dengan Hati" Teh Pewski. Homefun yang menuntut saya menuangkan isi kepala dan hati akhirnya ditelurkan dalam blog ini. Jadi maaf kalau teman-teman ada yang tidak berkenan dengan isi blog saya :)

Bukan hanya blog ini, saya juga menuliskan beberapa pemikiran dalam Instagram dan saya sebut Instablog karena dalam postingnya disisipkan caption yang menurut saya mewakili apa yang terdapat dalam gambar.



ABOUT THE AUTHOR

Saya bukanlah seorang penulis handal, namun hanya seorang yang berusaha menuangkan sedikit pemikiran dalam sebuah tulisan. 

Saya seorang koleris-melankolis yang introvert-extrovert oriented. Alumni Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung 2009. Dan sekarang mendalami dunia safety MIGAS sejak akhir 2013. Inilah mengapa saya membuat tagline Muslimah Teknik :)

Saya juga seorang founder dan owner "Aileen-Muslimah Dress", salah satu local brand Muslim di Indonesia.


With love,
RiaRahma

Rabu, 15 Oktober 2014

Rekam Jejak

Bandung, 15 Oktober 2014

Menulis menyenangkan bukan?
Kini ia menjadi hobi baru bagi saya, lucunya di kemudian hari saya bisa menambahkan "menulis" jika harus membuat biodata diri. hehe

Sejak dulu saya paling anti dengan yang namanya menulis. Menyerah deh untuk merangkai kata-kata indah. Hmm tapi ternyata menulis bukan seperti itu, jika kau masih bingung untuk menuangkan ide supaya mengalir dengan indah berarti kau belum sepenuhnya menulis dengan hati. Ups, maaf saya terlalu banyak berteori.

Point penting saya kali ini adalah bagaimana sebuah tulisan baik itu fiksi atau non fiksi bisa menjadi rekam jejak yang baik bagi sang penulisnya. Bisa diibaratkan "tabungan".

Saya berpikir demikian karena terhenyak ketika seorang kawan memberitahu referensi buku yang harus dibaca oleh orang-orang yang tertarik pada Agama Islam. Saking bersemangatnya, saya ikut heboh dan bertanya-tanya siapa penulis buku tersebut karena konon sang penulis sudah menyadarkan banyak orang akan ketauhidan. Dan kawan saya menjawab "Teh, orangnya tinggal di Afrika dan sudah meninggal". JLEB. 

Duh, betapa hebatnya sang Syaikh (alm). Almarhum mampu menelurkan mahakarya yang senantiasa menginspirasi para mualaf  dan membuka cakrawala ketauhidannya. Rasanya saya malu sekali, saya hanya mampu menulis dengan kualitas sangat minim. Dan isinya pun melulu tentang curahan hati, kesedihan. Sarat ilmu. Terbukti ya, bahwa ilmu yang kita miliki berbanding lurus dengan apa yang tertulis dalam karya tulis kita.

Pertanyanya adalah kapankah saya bisa menuangkan kebaikan dalam sebuah tulisan yang In Syaa Allah akan menjadi saksi kehidupan saya kelak?
Masih jauh sekali nampaknya, ilmu masih cetek. Masih lebih banyak sok tahu-nya daripada tahu.

Dan ternyata membaca-menulis adalah kombinasi terdahsyat yang jika keduanya dipertemukan akan mampu menelurkan sebuah karya yang fantastis.

Jangan lelah untuk terus menuntut ilmu, dan jangan pernah bosan untuk menyimpannya dalam sebuah tulisan. Karena kelak apa-apa yang kita perbuat akan dipertanggung jawabkan. Selain itu, inilah rekam jejakmu.

RiaRahma

Kamis, 09 Oktober 2014

Matinya Sang Empati

Bandung, 9 Oktober 2014

Kini ku kembali menoreskan kisah dalam lembaran kertas-kertas bisu ini. Entah apa yang akan tertuang. Apakah kepekaanku mati? Apakah rasa empatiku lenyap?

Masihkah rasa manusiawi ini tersentuh? Atau sudahlah tamat semuanya.

Banyak kisah yang selalu kita lalui setiap harinya. Berulang kali hingga bosan. Tapi salahkah? Salah jika kau tak merasakan kebesaran-Nya dalam setiap detik demi detik yang mengalir seolah semua terjadi begitu saja. Sungguh sia-sia. Sayang sekali.

Apakah keberulangan ini membuat kita lupa akan kuasa-Nya? Hingga diperbudak oleh waktu dan materi. Jika iya, matilah nuranimu.

Idealis memang. Tapi bukankah setiap manusia harus memiliki idealisme untuk mempertahankan apa yang dipegang. Tetap bertahan ataukah menjadi korban idealisme orang lain?

Rumit memang, bahkan ketika kau putuskan untuk menyudahi ini semua, karirmu ini. Tetap kau akan merasakan ini pada rutinitasmu yang lainnya. Sungguh rasa syukur dan saling mengingatkan adalah salah satu nikmat yang terbesar.

Beruntunglah jika kau salah satu yang dikarunia oleh Dia.

RiaRahma

Rabu, 08 Oktober 2014

One and Only

Bandung, 8 Oktober 2014

Menikah.
3 suku kata yang tak henti menjadi topik pembicaraan. Entah itu di rumah,di kantor atau dimana saja. Seakan telinga saya sudah bisa mendeteksi kata 'menikah'
Tak bosan-bosan orang membicarakan topik ini padahal masih ada topik menarik lain yang bisa kita diskusikan. Bisnis mungkin. Kan keren juga tuh.

Di usia saya yang menginjak 23 tahun, tentu menikah sangat familiar. Terlebih saya berada di lingkungan kantor yang isinya orang-orang dewasa dan mereka mendukung yang namanya menikah. Maklum senior-senior saya banyak juga yang belum menikah. Belum Allah pertemukan.
Tak sengaja, sore tadi saya dipertemukan dengan Pak YK. Beliau heboh dan ramai sekali orangnya, tipe sanguinis. Beliau selalu memberi nasihat dalam guyonan-guyonannya. Saya sih sebagai junior, ya senang saja bertukar pikiran dengan orang tua, 'mencuri' kebijaksanaan dr mereka untuk kehidupan.
Tema pembicaraan pak YK kali ini adalah penugasan seorang perempuan ke field. Sebenarnya ga ada yang salah ketika seorang perempuan didinaskan ke lapangan, di tengah hutan bersama mesin-mesin pengeboran. Keren.
Tapi yang beliau soroti adalah kehadiran perempuan di tengah 'keringnya' lapangan.
Dan saya mengalami itu. Bak seorang ratu. Haha. Menjadi perempuan satu-satunya di tengah ratusan lelaki. Tenang. In syaa Allah aman.
Saya masih tetap pakai jilbab panjang dan mereka hormati saya.

Oke lanjut, disini dibahas mengenai poligami. Wuih..
tema yang selalu kontroversial. Kenapa tiba-tiba bahas poligami? Jadi salah satu senior saya menikah dengan bos di field dan menjadi second wife. Nikah resmi kok.
Saya tak bisa menyalahkan atau membela. Masing-masing orang punya penilaian atas keputusan yang diambilnya.
Yang selalu disoroti adalah 'dengan cara yang tepat' dan 'tak menyakiti siapapun'. Sulit memang. Saya sendiri tak mau menjadi second opinion atau di-second opinion kan. Saya ingin menjadi one and only.
Tapi dengan perbandingan 1:7 tak ada yang tak mungkin seorang wanita dinomor duakan.

Lantad bagaimana?
Kembali lagi ke diri sendiri, jalanmu adalah tanggung jawabmu. Tapi jalan yang kau pilih tak menyakiti siapapun.
Itu poin yang saya dapat.

RiaRahma

Senin, 06 Oktober 2014

Kerikil

Bandung, 6 Oktober 2014

Bahagia itu seperti apa?
Relatif atau mutlak?
Apakah bahagia terukur dengan materi? Dengan cantiknya fisik? Dengan keberuntungan-keberuntungan yang selalh hadir ketika kita butuhkan?

Sempit jika terukur seperti itu.
Tapi jujur saya tak belum bisa pahami arti bahagia sesungguhnya, mungkin pemaknaannya sangat dalam hingga tak mampu saya jelajahi.

Jika bahagia terukur hanya sebatas materi, tentu tak akan pernah ada manusia yang merasa bahagia. Karena manusia diciptakan dengan nafsu yang tak pernah kunjung habisnya.

Jika bahagia terbatas pada kecantikan fisik diri dan pasangan, pastilah kebahagian akan hilang tatkala sang waktu berjalan tiada henti.

Bagiku, memaknai sebuah kebahagian itu sangatlah sulit. Mudah diucapkan dan sulit untuk dirasakan. Sama halnya dengan ikhlas. Tak ada yang mampu mengukur selain dia dan Allah.

Kini..
23 tahun sudah, saya menghirup napas di alam semesta ini.
Rasa syukur tiada henti saya ucapkan pada Ilahi Rabb yang masih memberikan amanah waktu, yang entah kapan Ia berhentikan.

Lihatkah diri ini.. masih sama seperti tahun sebelumnya. Tak ada yang berubah. Belum.

23 tahun memaknai arti sebuah kemandirian dan kedewasaan. Saya bukan gadis kecil lagi yang tak pantas meledakan emosi seenaknya. Tapi bagi orangtua saya, saya tetaplah gadis kecil semata wayangnya.

Duhai Rabb, sungguh nikmat yang Engkau berikan sungguh luar biasa. Tak kan pernah hamba mampu membayarnya. Dan tak kan pernah juga Engkau meminta imbalannya.

Duhai Rabb, mudahkanlah dan istiqamahkan hamba agar senantiasa berjalan di jalan-Mu yang penuh kerikil untuk menuju Jannah-Mu dan ridho-Mu. Tempat pemberhentianku selama-lamanya. Aamiin.


RiaRahma

Sabtu, 04 Oktober 2014

Sang Maha Cinta

Bandung, 5 Oktober 2014

Takbir berkumandang memuji kebesaran-Nya. Inilah hari raya Idul Adha.

Tapi yang kurasakan atmosfir Idul Adha tak semeriah Idul Fitri, padahal jika dimaknai dengan sungguh Idul Adha lebih besar nilai maknanya.

Kenapa?

yang saya renungkan,ini hasil renungan saya ya, karena saya tak berkapasitas untuk menjelaskan secara detail.

Idul Adha berkaitan erat dengan pemahaman kita trhadap Aqidah. Ya betul, disinilah ketaatan kita pada Sang Khalik diuji. Apakah kita rela untuk meluruskan niat mengorbankan apa yang kita cintai demi Sang Maha Cinta?

Atau cukupkah hanya ingin terlihat manusia saja?

Jangan sangka,meluruskan niat agar apa yang kita laksanakan diterima-Nya itu tak mudah. Ada saja rasa yang terselip ingin dinilai manusia, dianggap mapanlah, sholeh lah. Duh manusia.. Sia-sia bukan kalau begitu? Bak mengisi air dengan ember kosong. Menyedihkan.

Kawanku.. semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan, bahkan nyawa kitapun milik-Nya.
Tak ada gunanya kita bertinggi hati dan membanggakannya.

Ikhlas itu sulit, tak semudah mengucapkannya. Kita tak pernah tahu seperti apa ganjaran ikhlas yang bisa kita rasakan. Tak perlu bertanya-tanya. Amalkan sepenuh hati dan jalankan sesuai ilmunya.

Selamat Hari Raya Eid Adha 1436 H.
Semoga Allah menerima amalan ibadah kita.. Aamiin

RiaRahma

Jumat, 03 Oktober 2014

Inspirasi

Bandung, 3 Oktober 2014

Adakah inspirasi itu dalam diriku?
Aku selalu terkagum melihat orang-orang yang mampu menginspirasi, apapun bentuknya.

Aku heran melihat mereka yang begitu gemilang memberikan nilai-nilai positif di usia yang sama denganku, bahkan lebih muda!

Aku? Jauh dari itu nampaknya. Entah apa yang bisa dibanggakan dari diriku. Tak ada.
Aku hanya seorang biasa, menjalankan kehidupan yang menurutku biasa saja. Perasaanku sih seperti itu.

Adakah yang tahu caranya menjadi orang-orang penebar inspirasi?
Hmm.. tapi nampaknya lelah ya, kalau tujuannya seperti itu. Hanya ingin dinilai menginspirasi oleh orang-orang. Tentu tak akan habisnya.

Tapi tetap saja, jauh di lubuk hati saya yang paliiiiing dalam. Rasanya ada segores harapan menjadi manusia yang berguna. Tapi saya lebih ingin tak ada seorangpun yang tahu. Rasanya ngeri juga kalau kemudian digadang-gadang menginspirasi, takut timbul perasaan riya'.

Rasanya saya ingin bergerilya saja dalam menyerukan kebaikan. Biarlah tak menginspirasi banyak orang juga tak masalah, bukankah malaikat Atid dan Roqib tak pernah lalai? Jangan khawatir, pasti sudah dicatatkan oleh mereka pada 'buku baik' kita.

Lalu.. saya termenung. Adakah dalam diri saya yang bisa membawa kebaikan untuk saya sendiri, keluarga dan orang-orang sekitar?

RiaRahma

Kamis, 02 Oktober 2014

Adakah kebetulan?

Lagi-lagi tulisan yang late post , tapi tulisan ini tetep saya tulis pada saat momen itu membuncah dalam diri saya *ciyeee.

Bandung, 27 September 2014

Sama sekali tidak pernah terpikir untuk bisa menulis dan tidak berminat dalam dunia tulis-menulis.
Entah mengapa sebuah kemudahan datang begitu saja ketika saya merasa benar-benar terpuruk. Energi negatif yang tumpah ruah. Dan seolah semua yang terjadi serba kebetulan. Tapi kawanku, di dunia ini tidak ada yang namanya KEBETULAN. Semua yang telah, sedang dan akan terjadi adalah skenario-Nya.

Hari ini, lagi-lagi Dia memberikan sebuah pelajaran berharga. Menikmati syukur tiada henti dari Sang Pencipta.
Saya diberikan kesempatan untuk menikmati sejuknya udara dingin Kota Bandung di sebuah taman, Taman Lansia namanya. Ini kali pertama saya berkunjung ke taman. Dan wow, ternyata menyenangkan.
Semua tampak serba menyenangkan, suasananya, ekspresi para pengunjungnya. Semua tampak cerah dan ceria. Itu yang tampak dari luar sih. Lagipula siapa peduli dengan apa yang terjadi dalam diri kita. Betul kan?

Singkat cerita, hari ini merupakan farewell session dari Kelas MDH Batch 3. Sedih sekali rasanya, saya menemukan banyak pengalaman yang menyentuh nurani dan membuat saya jujur kepada diri sendiri.

Tapi bukankah setiap pertemuan pasti ada perpisahan?

Pada session ini, seluruh peserta diberikan challenge yang diberikan sungguh menantang maka dinamakan "Survival Writter". Sungguh keren bukan tittle-nya. Disini para peserta dituntut peka terhadap apa yang ditemukan dari para stranger dan harus bisa menuangkannya dalam sebuah tulisan "bernyawa".

Duh, sungguh sulit bagiku. Bagi seorang introvert seperti saya, menyapa orang asing membutuhkan usaha yang keras. Oke, mau tak mau saya mencobanya dan yipiiii berhasil. Walaupun tak terlalu baik.

Awalnya, saya bingung untuk memulai tantangan ini dengan strategi macam apa. Saya hanya mengamati sekeliling dan terlihat di dekat parit beberapa orang bapak-bapak sedang merapikan kardus.
Mereka adalah pemulung.
Takut? sedikit. Tapi tak disangka mereka sungguh ramah dan begitu terbuka.

Kisah pilu dan mengharukan mengalir begitu saja dari mulut mereka. Bukan mengobral rasa prihatin tapi itulah kehidupan mereka. Mereka jujur dengan apa yang dirasakan. Tak ada kepura-puraan untuk mengungkapkan jati diri.

Satu kata yang begitu menusuk hati saya adalah SAMPAH. Manusia tak berguna, tak berpendidikan, bodoh dan itulah julukan yang sering dilontarkan pada mereka. Ah, sudahlah tak berguna membahas sebutan menyakitkan itu kawan.
Namun ini nyata adanya, kebanyakan orang menganggap mereka rendah. Menjijikkan.

Bukankah kita sama-sama manusia?
Bukankan lebih bermartabat mereka yang mencari nafkah walau mengais sampah, dibandingkan para koruptor berdasi?

Kita terkadang hanya menilai sesuatu dari apa yang kita lihat. Bukankah isi hati seseorang tak ada seorangpun yang tahu?
Duhai kawan, biarlah orang menilai sesuka hati mereka, tapi jangan sampai kita dinilai buruk oleh Sang Khalik.
Duhai kawan, biarlah peluh ini bercampur dengan bau-nya kerja keras. Yang terpenting Allah ridho.

Bukankah yang kita cari hanyalah Keridhoan-Nya?

Ya Allah.. Terima kasih telah merancang sebuah skenario indah atas diriku. Saya sekarang mengerti bagaimana memaknai kehidupan.
Tak ada satupun yang tak Engkau atur, bahkan gugurnya selembar daun pun telah Kau atur. Saya yakin selalu ada hikmah dari rencana besar-Mu.

RiaRahma